Minggu, 06 Mei 2012

Pendidikan dalam Kebudayaan



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepada anak-cucu mereka; melainkan dapat pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya. Berbagai pengalaman makhluk manusia dalam rangka kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan kepada generasi berikutnya oleh indiividu lain. Berbagai gagasannya dapat dikomunikasikannya kepada orang lain karena ia mampu mengembangkan gagasan-gagasannya itu dalam bentuk lambang-lambang vokal berupa bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi riang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan yang diselenggarakan melalui-meskipun tidak hanya terbatas pada-sistem persekolahan semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi kebudayaan (lihat artikel Media Indonesia, 9/11/2009). Dalam hal ini, pendidikan merupakan medium transformasi nilai-nilai budaya, penguatan ikatan-ikatan sosial antarwarga masyarakat, dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk mengukuhkan peradaban umat manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam mengidentifikasi fungsi pendidikan dalam kebudayaan muncul beberapa pertanyaan terkait, yaitu:
  1. Apa arti kebudayaan?
  2. Bagaimana makna pendidikan berdasarkan kebudayaan?
  3. Bagaimana hubungan antara pendidikan dan kebudayaan?
  4. Seperti apa fungsi pendidikan bagi kebudayaan?

















BAB II
PEMBAHASAN

A. ARTI KEBUDAYAAN
Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113) menjelaskan bahwa kebudayaaan adalah semua hasil karya. rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai social yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan yang luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture). Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat, sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).2

B. MAKNA PENDIDIKAN
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Merunut pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik.
Definisi di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya kebahagian lahir dan batin.
     
C. PENDIDIKAN DALAM LINGKUP KEBUDAYAAN
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya. Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.
1. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia. Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.
a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.
c. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.
d. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para pakar aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut.
a. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
b. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
c. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.
d. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
e. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang. Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
f. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan. Learning is agoal teaching behavior.
g. Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.
h. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.
2. Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan. Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian, kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Untuk membuktikan hal tersebut marilah kita lihat variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat (1991). Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang ditransmisi, (2) proses transmisi, dan (3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi? Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut.
Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berarti bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.
Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal akan dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.
3. Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Manusia atau pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
1.      Unsur-unsur yang ditransmisi.
2.      Proses transmisi.
3.      Cara transmisi.
Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:
1.         Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
2.         Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta peranan yang diperlukan dalam dunia pergaulan.
3.         Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah actor dan manipulator dalam kebudayaannya. Cara mentransmisikannya yaitu dengan 2 bentuk yaitu:
a.     Peran-serta
Cara transmisi dengan peran serta antara lain dengan perbandingan. Demikian pula peran serta dapat berwujud ikut serta dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.  
b.    Bimbingan
Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.Dalam pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang sekuler.

4. Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan
Seperti yang telah kita bicarakan mengenai transmisi kebudayaan, nilai-nilai kebudayaan bukanlah hanya sekadar dipindahkan dari satu bejana ke bejana berikut yaitu kepada generasi mudanya, tetapi dalam proses interaksi antara pribadi dengan kebudayaan betapa pribadi merupakan agen yang kreatif dan bukan pasif. Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan serta banyak lagi terminologi lainnya. Beberapa proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penemuan atau Invensi
Dua konsep tersebut merupakan proses terpenting dalam pertumbuhan dan kebudayaan. Hal itu mengingat tanpa penemuan-penemuan yang baru dan tanpa invensi suatu budaya akan mati. Biasanya pengertian kedua terminologi ini dibedakan. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum dikenal tetapi telah tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini. Misalnya di dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi penemuan-penemuan dunia baru sehingga pemukiman manusia menjadi lebih luas dan berarti pula semakin luasnya penyebaran kebudayaan. Selain itu, di dalam penemuan dunia baru akan terjadi difusi atau proses lainnya mengenai pertemuan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Istilah invensi lebih terkenal di dalam bidang ilmu pengetahuan.
Dengan invensi maka umat manusia dapat menemukan hal-hal yang dapat mengubah kebudayaan. Dengan penemuan-penemuan melalui ilmu pengetahuan maka lahirlah kebudayaan industri yang telah menyebabkan suatu revolusi kebudayaan terutama di negara-negara barat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah membuka horizon baru di dalam kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan berkembang begitu cepat secara eksponensial sehingga apa yang ditemukan hari ini mungkin besok telah usang.
Memanusia berarti membudaya. Dapat kita bayangkan bagaimana jadinya proses memanusia dalam kebudayaan global. Hal ini berarti manusia akan kehilangan identitasnya dan kepribadiannya akan berbentuk kepribadian kodian.
Sudah tentu penemuan-penemuan baru dan invensi-invensi melalui ilmu pengetahuan akan semakin intens kerana interaksi dengan bermacam-macam budaya akan bermacam-macam manusia yang dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dengan demikian, penemuan-penemuan dan invensi baru tidak lagi merupakan monopoli dari suatu bangsa atau suatu kebudayaan tetapi lebih menjadi milik dunia. Kebudayan dunia yang akan muncul pada milenium ketiga dengan demikian perlu diarahkan dengan nilai-nilai moral yang telah terpelihara di dalam kebudayaan umat manusia karena kalau tidak dapat saja manusia itu menuju kepada kehancurannya sendiri dengan alat-alat pemusnah massal yang diciptakannya.
b. Difusi
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih tradisional. Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami difusi. Hanya saja proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-lahan. Namun hal itu berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat dan intens, maka difusi kebudayaan akan berjalan dengan sangat cepat.
Bagaimanapun juga didalam masyarakat sederhana sekalipun proses difusi kebudayaan dari barat tetap menyebar. Hal itu dapat dibuktikan melalui pengamatan Margaret Mead dalam Tilaar (1999) yang meneliti masyarakat di kepulauan pasifik. Beberapa waktu setelah pengamatan Mead terhadap masyarakat tersebut telah terjadi perubahan masyarakat yang cukup berarti. Apa yang ditemukan oleh Margaret Mead dari suatu masyarakat yang tertutup dan statis ketika beliau kembali telah menemukan suatu masyarakat yang terbuka yang telah mengadopsi usnur-unsur budaya Barat.
Lihat saja misalnya apa yang terjadi di negara kita, bagaimana pengaruh Kebangkitan Nasional terhadap kehidupan suku-suku bangsa kita. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 telah melahirkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan dan/atau bahasa nasional yang notabene berasal dari bahasa Melayu, dari puak Melayu yang hidup di pesisir Sumatera. Pengaruh bahasa Indonesia terhadap kebudayaan di Nusantara sangat besar sampai-sampai banyak anak-anak sekarang terutama di kota-kota besar yang tidak lagi mengenal bahasa lokalnya atau bahasa ibu. Kita memerlukan suatu kebijakan pendidikan untuk memelihara bahasa ibu dari anak-anak kita.
c. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan. Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat dunia yang bersatu. Di dalam kebudayaan modern pada abad teknologi dan informasi dalam millennium ketiga, kemampuan untuk inovasi merupakan cirri dari manusia yang dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern telah merupakan suatu tuntutan oleh karena kita tidak mengenal lagi batas-batas negara. Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa-batas, teknologi komunikasi yang menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa depan akan lain sifatnya.
Betapa besar peranan inovasi di dalam dunia modern, menuntut peran dan fungsi pendidikan yang luar biasa untuk melahirkan manusia-manusia yang inovatif. Dengan kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan akan menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu kebudayaan dunia yang baru.
d. Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah peranan visi masa depan. Terutama dalam dunia global tanpa-batas dewasa ini diperlukan suatu visi ke arah mana masyarakat dan bangsa kita akan menuju. Tanpa visi yang jelas yaitu visi yang berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa (Indonesia), akan sulit untuk menentukan arah perkembangan masyarakat dan bangsa kita ke masa depan, atau pilihan lain ialah tinggal mengadopsi saja apa yang disebut budaya global. Mengadopsi budaya global tanpa dasar kehilangan identitasnya. Di sinilah letak peranan pendidikan nasional untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat dari nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang akan dijadikan pondasi untuk membentuk budaya masa depan yang lebih jelas dan terarah.
D. FUNGSI PENDIDIKAN BAGI KEBUDAYAAN
Ketika kita mengagumi karya agung kemanusiaan Candi Borobudur dan Prambanan, tersirat pemikiran bahwa di belakang karya ini tentu ada pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang telah tersistem dengan baik. Namun data tentang sistem pendidikan saat itu belum ditemukan orang selain prasasti dan buah hasil pemahatan. Pendidikan pelatihan tenaga pematung pasti diikuti disiplin tertentu hingga dapat membuat batu tersusun rapi geometris. Patung-patung dari ujung atas hingga bawah di Borobudur seragam bentuk dan tekniknya, padahal masa pembuatannya memakan waktu 3 generasi dan tetap tidak ada deviasi interpretasi seni pemahatan.
Teknologi pembuatan candi kala itu pasti merupakan teknologi garda depan di dunia. Bahkan hingga saat inipun orang masih menobatkan sebagai keajaiban di dunia. Andai candi-candi dibangun pada era sekarangpun tidak mudah direalisasikan dan dengan biaya sangat besar. Pantaslah Bung Karno selalu mengagung-agungkan betapa perkasanya bangsa di Nusantara kala itu.
Sesuai apa yang terpahat dalam relief candi, maka pendidikan selain diberikan secara tertulis ada juga secara lisan. Pendidikan lisan baik Hindu maupun Budha bisa berupa dakwah pengajian pimpinan agama atau melalui dongeng, mythos, cerita, legenda secara turun temurun. Indonesia pada tahun 1825 sudah dikenal prajurit putri yang terdidik dan terlatih bernama Nyai Ageng Serang yang gagah berani memimpin pasukan Pangeran Diponegoro. Materi pelajaran dalam pendidikan tradisi di Nusantara umumnya secara lisan dan bersifat umum meliputi antara lain perihal kejiwaan, kefilsafahan, kesusasteraan, kanuragan, kaprajuritan, pertanian, titi mongso, pananggalan, adat-istiadat, tata krama, perbintangan (misal gubug penceng, panjer sore). Siswa diharuskan mondok/ngenger dalam padepokan, sedang cara pemberian pelajaran kebanyakan dengan bahasa tutur dimana 1 siswa diasuh 1 guru.
Padepokan, perguruan, pawiyatan, pesantren secara kontinyu telah melaksanakan pendidikan dan menghasilkan putra terbaik. Sebut saja misalnya Ken Arok, Trunojoyo, Untung Suropati, Sutowijoyo (Panembahan Senopati). Dalam Kerajaan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya juga terdapat pendidikan yang secara sistematis diselenggarakan khusus kerabat sentana kraton. Tingkatan pendidikan di keraton misalnya sasono sunu, sasono putra, sasono putri. Dari kancah inilah lahir alumni bangsawan-negarawan Sultan Agung Hanyakrakusuma, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin, Sultan Ternate, Pangeran Mangkubumi.
Berkat pendidikan tradisi beliau-beliau terbuka mata batinnya, merdeka pikirannya, merdeka jiwanya dan merdeka tenaganya. Demikian pula apa yang dialami Ki Hajar Dewantara sejak pendidikan keluarga, sekolah di Puro Pakualaman, Pondok Pesantren Kalasan dan interaksi dengan elite pemuda Nusantara. Literatur pendidikan tradisi menghasilkan karya agung berupa serat Pararaton, Negara Kertagama, Sastra gending, Wulang Reh, Wedotomo.
1. Pendidikan sebagai Sosialisasi Kebudayaan
Telah kita ketahui bersama bahwasanya pendidikan lahir seiring dengan keberadaan manusia, bahkan dalam proses pembentukan masyarakat pendidikan ikut andil untuk menyumbangkan proses-proses perwujudan pilar-pilar penyangga masya rakat. Dalam hal ini, kita bisa mengingat salah satu ungkapan para tokoh antropologi seperti Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin , 2002).
Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya. Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang berlangsung tanpa henti, sejak dari manusia itu dilahirkan sampai dengan ajal menjemputnya.
Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk internalisasi dari system “pengetahuan” yang diperoleh manusia melalui pewarisan atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya, melainkan juga diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya.
Melalui pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu, pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.
Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen kekuatan social masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian baru serta perubahan-perubahan di seluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu kedatangannya tidak bisa diduga-duga. Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapat memproduk manusia zaman sesuai dengan atmosfir tuntutan global.
Sebagai salah satu perangkat kebudayaan, pendidikan akan melakukan tugas-tugas kelemb            agaan sesuai dengan hukum perkembangan masyarakat. Dari sini dapat kita amati bersama sebuah alur pembahasan hubungan dialektik antara pendidikan dengan realitas perkembangan sosial faktual yang saat ini tengah menggejala pada hampir seluruh masyarakat dunia.
2. Pergulatan Manusia dalam Keanekaragaman Budaya
Semenjak awal dunia telah melakukan penelusuran hakikat asal usul dari manusia. Seperti mengungkap kotak hitam misteri yang tak pernah ditemukan kunci pembukanya, pemecahan seluk beluk sejarah manusia telah menyita waktu dan pemikiran yang menimbulkan penafsiran bermacam-macam. Masing-masing pemikir atau asumsi umum silih berganti mengajak masyarakat menjadi penganut perspektif tersebut. Diantaranya adalah tiga asumsi besar yang hadir pada masyarakat awam sebelum jaman pencerahan.
Pertama, ada yang berpendapat bahwa pada dasarnya makhluk manusia memang diciptakan beraneka macam atau poligenesis; dan menganggap bahwa orang-orang di Eropa yang berkulit putih merupakan makhluk manusia yang paling baik dan kuat. Oleh karena itu, kebudayaan yang dimilikinya juga paling sempurna dan paling tinggi. Cara berpikir yang kedua adalah yang meyakini bahwa sebenarnya makhluk manusia itu hanya pernah diciptakan sekali saja atau monogenesis; yaitu dari satu makhluk induk dan bahwa semua makhluk manusia di dunia ini merupakan keturunan Adam.
Sebagian dari mereka yang punya pandangan ini berpendapat bahwa keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya, dari tinggi sampai rendah; sebagai akibat proses kemunduran yang disebabkan oleh dosa abadi yang pernah dilakukan oleh Nabi Adam. Sebaliknya, sebagian lain berpendapat bahwa sebenarnya makhluk manusia dan kebudayaan tidak mengalami proses degenerasi. Akan tetapi apabila pada masa kini terdapat perbedaan, lebih disebabkan oleh tingkat kemajuan mereka yang berbeda.
Berbagai bidang kajian banyak dilakukan, termasuk upaya untuk meneliti tentang keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya di berbagai tempat di muka bumi. Beraneka macam kajian anatomi komparatif yang dilakukan, lebih ditekan-kan atas dasar keanekaragaman ciri-ciri fisik manusia. Selain itu, ada sebagai para ahli filsafat sosial di masa Aufklarung, mulai mengkaji berbagai bentuk-bentuk masyarakat dan tingkah laku makhluk manusia. Berbagai gejala dan tingkah laku manusia, dicoba untuk dipahami dengan mendasarkan pada kaidah-kaidah alam.
Selama perjalanan waktu yang lama, dengan akal yang dimilikinya, makhluk manusia semakin memiliki kemampuan menyempurnakan kebudayaan yang dimilikinya.
Setiap kali mereka berupaya menyempurnakan dirinya, maka akan menyebabkan perubahan kebudayaannya. Suatu perubahan kebudayaan dapat berasal dari luar lingkungan pendukung kebudayaan tersebut. Gerak kebudayaan yang telah menimbulkan perubahan dan perkembangan, akhirnya juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan; sementara itu tidak tertutup kemungkinan hilangnya unsur-unsur kebudayaan lama sebagai akibat ditemukannya unsur-unsur kebudayaan baru. Sehingga keberadaan pendidikan sangat penting sebagai mediator dalam dialektika kebudayaan lama dengan kebudayaan baru yang melahirkan system kebudayaan yang memang berguna untuk masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian makalah di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
  1. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik yang melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
  2. Pendidikan berperanan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya dalam proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki. Dan kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses pendidikan.
  3. Di dalam proses pembudayaan terdapat unsur-unsur pendidikan seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, dan prediksi masa depan atas kebudayaan yang lahir dari proses pendidikan.
  4. Pendidikan menjadi instrumen kekuatan social masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat dalan kebudayaan yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman.
  5. Pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.

B. SARAN
Adapun saran saya sebagai penyusun makalah ini yaitu:
  1. Kita sebagai generasi bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, sepatutnya kita mempertahankan budaya lama yang baik sebagai warisan kebudayaan luhur menjadi karakteristik bangsa kita.
  2. kita kembangkan pendidikan kita yang sesuai dengan kebudayaan bangsa untuk meraih kebudayaan dan peradaban yang cemerlang.
















DAFTAR PUSTAKA

Prof. H.A.R. Tilaar .2000. ”Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia”, Jakarta: PT. Rosda Karya
S. Nasution. 2001. “Sejarah Pendidikan Indonesia” Jakarta: Bumi Aksara
Poerwanto. 2000. “Periodesasi Kebudayaan dan Peradaban Umat Manusia” Jakarta: Graha Ilmu.
http://tamansiswa.org/magazine/pijar/menelusuri--sejarah--pendidikan-di-indonesia.html
http://istpi.wordpress.com/2008/06/01/paradigma-pendidikan-masa-depan/
http://www.untag-sby.ac.id/index.php?mod=berita&id=38
http://www.docstoc.com/docs/22044099/Bab-VIII-PENDIDIKAN-DAN-PERUBAHAN-SOSIAL-BUDAYA/
http://giuslay.wordpress.com/2009/01/30/sejarah-pendidikan-dari-yunani-kuno-sd-4-abad-pertama-kekristenan/







2 komentar:

  1. Casino Resort Map & Directions - Las Vegas - JT Hub
    Las Vegas' only 서귀포 출장샵 casino, 서산 출장안마 Wynn Palace is a 34-story, 4,000 square 충청남도 출장샵 foot casino, located on the Las Vegas Strip, across from three hotel 안동 출장샵 towers. 전라북도 출장마사지 The casino features over 300

    BalasHapus