BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan,
sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri.
Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan
diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan kebudayaan makhluk
manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepada anak-cucu mereka;
melainkan dapat pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat belajar
kebudayaan dari manusia lainnya. Berbagai pengalaman makhluk manusia dalam
rangka kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan kepada generasi berikutnya
oleh indiividu lain. Berbagai gagasannya dapat dikomunikasikannya kepada orang
lain karena ia mampu mengembangkan gagasan-gagasannya itu dalam bentuk
lambang-lambang vokal berupa bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang
menjadi riang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan
kehidupan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan
yang diselenggarakan melalui-meskipun tidak hanya terbatas pada-sistem
persekolahan semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi kebudayaan (lihat
artikel Media Indonesia, 9/11/2009). Dalam hal ini, pendidikan merupakan medium
transformasi nilai-nilai budaya, penguatan ikatan-ikatan sosial antarwarga
masyarakat, dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk mengukuhkan peradaban umat
manusia.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dalam mengidentifikasi fungsi pendidikan dalam kebudayaan muncul beberapa
pertanyaan terkait, yaitu:
- Apa arti kebudayaan?
- Bagaimana makna pendidikan berdasarkan kebudayaan?
- Bagaimana hubungan antara pendidikan dan kebudayaan?
- Seperti apa fungsi pendidikan bagi kebudayaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ARTI
KEBUDAYAAN
Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113) menjelaskan bahwa
kebudayaaan adalah semua hasil karya. rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture)
yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan
serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan
nilai-nilai social yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
yang luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil
ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di
dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang
hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu
pengetahuan. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau
immaterial culture). Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa
orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian
besar atau seluruh masyarakat, sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah
kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).2
B. MAKNA
PENDIDIKAN
Pendidikan
artinya proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Merunut
pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk
mencapai tujuan melalui proses pelatihan
dan cara mendidik.
Definisi
di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan
agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu
tercapainya kebahagian lahir dan batin.
C.
PENDIDIKAN DALAM LINGKUP KEBUDAYAAN
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang
lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama
menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik.
Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan
suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut
mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini
kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam.
Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi
manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam
arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam
konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran
nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah
suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang
dimiliki.
Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat
proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya,
substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian
anggota-anggotanya. Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan
dalam urutan pembahasan dibawah ini.
1. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan
kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun
kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar
antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak
di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus
manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan
pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan
kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam
perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan
dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan
kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara
pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang
disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang
kreatif tersebut.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang
bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan
seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali
berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi. Di sini kita lihat
betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.
Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kebudayaan
mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para ahli psikologi
behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari
sekitarnya.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu
pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh
dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh
kebudayaan dimana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan
pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian
manusia sebagai berikut.
a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari
untuk belajar.
b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi
perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini
kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku
tertentu.
c. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap
perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk
perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan
sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau
mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.
d. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui
proses belajar.
Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan
kebudayaan dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi
terhadap konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama
bagi para pakar aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan
terhadap pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan
terhadap pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999)
dapat dilukiskan sebagai berikut.
a. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan
juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan
terdapat suatu dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika
yang otomatis tetapi yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi
tersebut ialah manusia.
b. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai
suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi
di dalam ruang kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
c. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah
imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari
lingkungan kebudayaannya. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan
kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri
dari nol di dalam perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan
kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.
d. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat
agar ia dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang
tujuan hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti
seseorang akan melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien
adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan
tujuan hidup dalam masyarakatnya.
e. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang
panjang. Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang,
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
f. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian
manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan
untuk mencapai tujuan. Learning is agoal teaching behavior.
g. Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam
perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan
yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal
merupakan kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh
nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.
h. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama
dengan ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri
pribadi seseorang.
2. Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi
kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan
dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan
yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan.
Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang
telah dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari
kebudayaan. Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator
kebudayaannya. Dengan demikian, kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang
statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Untuk membuktikan hal
tersebut marilah kita lihat variabel-variabel transmisi kebudayaan yang
dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat (1991). Di dalam transmisi
tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang ditransmisi,
(2) proses transmisi, dan (3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan manakah
yang ditransmisi? Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai
budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai
konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai
kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di
dalam masyarakat tersebut.
Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah
dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh
sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu
berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri.
Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan
sekitarnya. Artinya perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan
sosial yang berarti bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang
sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.
Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi,
berkaitan dengan bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi kebudayaan di
dalam masyarakat modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Di
sinilah letak peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan
dapat memilih nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita
berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses
pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada
budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal akan
dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.
3.
Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan
ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Manusia atau
pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian
kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi sesuatu yang
terus-menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan
oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
1. Unsur-unsur
yang ditransmisi.
2. Proses
transmisi.
3. Cara
transmisi.
Unsur-unsur
kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:
1.
Nilai-nilai budaya,
adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup
lainnya yang ada di dalam masyarakat.
2.
Kebiasaan sosial yang digunakan
dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Berbagai
sikap serta peranan yang diperlukan dalam dunia pergaulan.
3.
Proses transmisi
meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah
meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah actor dan manipulator dalam
kebudayaannya. Cara mentransmisikannya yaitu dengan 2 bentuk yaitu:
a. Peran-serta
Cara
transmisi dengan peran serta antara lain dengan perbandingan. Demikian pula
peran serta dapat berwujud ikut serta dalam kehidupan sehari-hari di dalam
lingkungan masyarakat.
b. Bimbingan
Bentuk
bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.Dalam
pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti
inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama,
dan sekolah formal yang sekuler.
4. Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan
Seperti yang telah kita bicarakan mengenai transmisi kebudayaan,
nilai-nilai kebudayaan bukanlah hanya sekadar dipindahkan dari satu bejana ke
bejana berikut yaitu kepada generasi mudanya, tetapi dalam proses interaksi
antara pribadi dengan kebudayaan betapa pribadi merupakan agen yang kreatif dan
bukan pasif. Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian seperti inovasi dan
penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan
prediksi masa depan serta banyak lagi terminologi lainnya. Beberapa proses
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penemuan atau Invensi
Dua konsep tersebut merupakan proses terpenting dalam pertumbuhan dan
kebudayaan. Hal itu mengingat tanpa penemuan-penemuan yang baru dan tanpa
invensi suatu budaya akan mati. Biasanya pengertian kedua terminologi ini
dibedakan. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum
dikenal tetapi telah tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini.
Misalnya di dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi penemuan-penemuan
dunia baru sehingga pemukiman manusia menjadi lebih luas dan berarti pula
semakin luasnya penyebaran kebudayaan. Selain itu, di dalam penemuan dunia baru
akan terjadi difusi atau proses lainnya mengenai pertemuan
kebudayaan-kebudayaan tersebut. Istilah invensi lebih terkenal di dalam bidang
ilmu pengetahuan.
Dengan invensi maka umat manusia dapat menemukan hal-hal yang dapat
mengubah kebudayaan. Dengan penemuan-penemuan melalui ilmu pengetahuan maka
lahirlah kebudayaan industri yang telah menyebabkan suatu revolusi kebudayaan
terutama di negara-negara barat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu pesat telah membuka horizon baru di dalam kehidupan umat manusia. Ilmu
pengetahuan berkembang begitu cepat secara eksponensial sehingga apa yang
ditemukan hari ini mungkin besok telah usang.
Memanusia berarti membudaya. Dapat kita bayangkan bagaimana jadinya proses
memanusia dalam kebudayaan global. Hal ini berarti manusia akan kehilangan
identitasnya dan kepribadiannya akan berbentuk kepribadian kodian.
Sudah tentu penemuan-penemuan baru dan invensi-invensi melalui ilmu
pengetahuan akan semakin intens kerana interaksi dengan bermacam-macam budaya
akan bermacam-macam manusia yang dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dengan
demikian, penemuan-penemuan dan invensi baru tidak lagi merupakan monopoli dari
suatu bangsa atau suatu kebudayaan tetapi lebih menjadi milik dunia. Kebudayan
dunia yang akan muncul pada milenium ketiga dengan demikian perlu diarahkan
dengan nilai-nilai moral yang telah terpelihara di dalam kebudayaan umat
manusia karena kalau tidak dapat saja manusia itu menuju kepada kehancurannya
sendiri dengan alat-alat pemusnah massal yang diciptakannya.
b. Difusi
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya
tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih
tradisional. Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami
difusi. Hanya saja proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat
perlahan-lahan. Namun hal itu berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi
mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat dan intens, maka difusi
kebudayaan akan berjalan dengan sangat cepat.
Bagaimanapun juga didalam masyarakat sederhana sekalipun proses difusi
kebudayaan dari barat tetap menyebar. Hal itu dapat dibuktikan melalui
pengamatan Margaret Mead dalam Tilaar (1999) yang meneliti masyarakat di
kepulauan pasifik. Beberapa
waktu setelah pengamatan Mead terhadap masyarakat tersebut telah terjadi
perubahan masyarakat yang cukup berarti. Apa yang ditemukan oleh Margaret Mead
dari suatu masyarakat yang tertutup dan statis ketika beliau kembali telah
menemukan suatu masyarakat yang terbuka yang telah mengadopsi usnur-unsur
budaya Barat.
Lihat saja misalnya apa yang terjadi di negara kita, bagaimana pengaruh
Kebangkitan Nasional terhadap kehidupan suku-suku bangsa kita. Sumpah Pemuda
pada tahun 1928 telah melahirkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan
dan/atau bahasa nasional yang notabene berasal dari bahasa Melayu, dari puak
Melayu yang hidup di pesisir Sumatera. Pengaruh bahasa Indonesia terhadap
kebudayaan di Nusantara sangat besar sampai-sampai banyak anak-anak sekarang
terutama di kota-kota besar yang tidak lagi mengenal bahasa lokalnya atau
bahasa ibu. Kita memerlukan suatu kebijakan pendidikan untuk memelihara bahasa
ibu dari anak-anak kita.
c. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap kebudayaan
terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang
relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan
lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka
karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam
masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan syarat mutlak bagi
perkembangan kebudayaan. Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat
dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan
begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat
dunia yang bersatu. Di dalam kebudayaan modern pada abad teknologi dan
informasi dalam millennium ketiga, kemampuan untuk inovasi merupakan cirri dari
manusia yang dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia
modern telah merupakan suatu tuntutan oleh karena kita tidak mengenal lagi
batas-batas negara. Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa-batas,
teknologi komunikasi yang menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan
waktu dan ruang, menuntut manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah
kebudayaan dunia masa depan akan lain sifatnya.
Betapa besar peranan inovasi di dalam dunia modern, menuntut peran dan
fungsi pendidikan yang luar biasa untuk melahirkan manusia-manusia yang
inovatif. Dengan kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan
kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk
bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang. Dengan
demikian, pendidikan akan menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu
kebudayaan dunia yang baru.
d. Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah peranan visi
masa depan. Terutama dalam dunia global tanpa-batas dewasa ini diperlukan suatu
visi ke arah mana masyarakat dan bangsa kita akan menuju. Tanpa visi yang jelas
yaitu visi yang berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa
(Indonesia), akan sulit untuk menentukan arah perkembangan masyarakat dan
bangsa kita ke masa depan, atau pilihan lain ialah tinggal mengadopsi saja apa
yang disebut budaya global. Mengadopsi budaya global tanpa dasar kehilangan
identitasnya. Di sinilah letak peranan pendidikan nasional untuk meletakkan
dasar-dasar yang kuat dari nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat
Indonesia yang akan dijadikan pondasi untuk membentuk budaya masa depan yang
lebih jelas dan terarah.
D. FUNGSI PENDIDIKAN BAGI KEBUDAYAAN
Ketika kita mengagumi karya agung kemanusiaan Candi Borobudur dan
Prambanan, tersirat pemikiran bahwa di belakang karya ini tentu ada pendidikan,
pengajaran dan pelatihan yang telah tersistem dengan baik. Namun data tentang
sistem pendidikan saat itu belum ditemukan orang selain prasasti dan buah hasil
pemahatan. Pendidikan pelatihan tenaga pematung pasti diikuti disiplin tertentu
hingga dapat membuat batu tersusun rapi geometris. Patung-patung dari ujung
atas hingga bawah di Borobudur seragam bentuk dan tekniknya, padahal masa
pembuatannya memakan waktu 3 generasi dan tetap tidak ada deviasi interpretasi
seni pemahatan.
Teknologi pembuatan candi kala itu pasti merupakan teknologi garda depan di
dunia. Bahkan hingga saat inipun orang masih menobatkan sebagai keajaiban di
dunia. Andai candi-candi dibangun pada era sekarangpun tidak mudah
direalisasikan dan dengan biaya sangat besar. Pantaslah Bung Karno selalu
mengagung-agungkan betapa perkasanya bangsa di Nusantara kala itu.
Sesuai apa yang terpahat dalam relief candi, maka pendidikan selain
diberikan secara tertulis ada juga secara lisan. Pendidikan lisan baik Hindu
maupun Budha bisa berupa dakwah pengajian pimpinan agama atau melalui dongeng,
mythos, cerita, legenda secara turun temurun. Indonesia pada tahun 1825 sudah
dikenal prajurit putri yang terdidik dan terlatih bernama Nyai Ageng Serang
yang gagah berani memimpin pasukan Pangeran Diponegoro. Materi pelajaran dalam
pendidikan tradisi di Nusantara umumnya secara lisan dan bersifat umum meliputi
antara lain perihal kejiwaan, kefilsafahan, kesusasteraan, kanuragan,
kaprajuritan, pertanian, titi mongso, pananggalan, adat-istiadat, tata krama,
perbintangan (misal gubug penceng, panjer sore). Siswa diharuskan
mondok/ngenger dalam padepokan, sedang cara pemberian pelajaran kebanyakan
dengan bahasa tutur dimana 1 siswa diasuh 1 guru.
Padepokan, perguruan, pawiyatan, pesantren secara kontinyu telah
melaksanakan pendidikan dan menghasilkan putra terbaik. Sebut saja misalnya Ken
Arok, Trunojoyo, Untung Suropati, Sutowijoyo (Panembahan Senopati). Dalam
Kerajaan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya juga terdapat
pendidikan yang secara sistematis diselenggarakan khusus kerabat sentana kraton.
Tingkatan pendidikan di keraton misalnya sasono sunu, sasono putra, sasono
putri. Dari kancah inilah lahir alumni bangsawan-negarawan Sultan Agung
Hanyakrakusuma, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin,
Sultan Ternate, Pangeran Mangkubumi.
Berkat pendidikan tradisi beliau-beliau terbuka mata batinnya, merdeka
pikirannya, merdeka jiwanya dan merdeka tenaganya. Demikian pula apa yang
dialami Ki Hajar Dewantara sejak pendidikan keluarga, sekolah di Puro
Pakualaman, Pondok Pesantren Kalasan dan interaksi dengan elite pemuda
Nusantara. Literatur pendidikan tradisi menghasilkan karya agung berupa serat
Pararaton, Negara Kertagama, Sastra gending, Wulang Reh, Wedotomo.
1. Pendidikan sebagai Sosialisasi Kebudayaan
Telah kita ketahui bersama bahwasanya pendidikan lahir seiring dengan
keberadaan manusia, bahkan dalam proses pembentukan masyarakat pendidikan ikut
andil untuk menyumbangkan proses-proses perwujudan pilar-pilar penyangga masya
rakat. Dalam hal ini, kita bisa mengingat salah satu ungkapan para tokoh
antropologi seperti Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973
mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem
pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang
berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap
dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada
(Sairin , 2002).
Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu
masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang
mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk
bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi
milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian
dan sebagainya. Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan
begitu saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang
berlangsung tanpa henti, sejak dari manusia itu dilahirkan sampai dengan ajal
menjemputnya.
Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk
internalisasi dari system “pengetahuan” yang diperoleh manusia melalui
pewarisan atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di
sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya, melainkan juga diperoleh
melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya.
Melalui pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu,
pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan
nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang
menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka
mengembangkan kemajuan peradabannya.
Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen kekuatan social masyarakat
untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan
dengan tuntutan perubahan zaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai
baru, pengertian-pengertian baru serta perubahan-perubahan di seluruh ruang
lingkup kehidupan manusia yang waktu kedatangannya tidak bisa diduga-duga.
Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk membekali diri dengan perangkat
pembelajaran yang dapat memproduk manusia zaman sesuai dengan atmosfir tuntutan
global.
Sebagai salah satu perangkat kebudayaan, pendidikan akan melakukan
tugas-tugas kelemb agaan sesuai
dengan hukum perkembangan masyarakat. Dari sini dapat kita amati bersama sebuah
alur pembahasan hubungan dialektik antara pendidikan dengan realitas
perkembangan sosial faktual yang saat ini tengah menggejala pada hampir seluruh
masyarakat dunia.
2. Pergulatan Manusia dalam Keanekaragaman Budaya
Semenjak awal dunia telah melakukan penelusuran hakikat asal usul dari
manusia. Seperti mengungkap kotak hitam misteri yang tak pernah ditemukan kunci
pembukanya, pemecahan seluk beluk sejarah manusia telah menyita waktu dan
pemikiran yang menimbulkan penafsiran bermacam-macam. Masing-masing pemikir
atau asumsi umum silih berganti mengajak masyarakat menjadi penganut perspektif
tersebut. Diantaranya adalah tiga asumsi besar yang hadir pada masyarakat awam
sebelum jaman pencerahan.
Pertama, ada yang berpendapat bahwa pada dasarnya makhluk manusia memang
diciptakan beraneka macam atau poligenesis; dan menganggap bahwa orang-orang di
Eropa yang berkulit putih merupakan makhluk manusia yang paling baik dan kuat.
Oleh karena itu, kebudayaan yang dimilikinya juga paling sempurna dan paling
tinggi. Cara berpikir yang kedua adalah yang meyakini bahwa sebenarnya makhluk
manusia itu hanya pernah diciptakan sekali saja atau monogenesis; yaitu dari
satu makhluk induk dan bahwa semua makhluk manusia di dunia ini merupakan
keturunan Adam.
Sebagian dari mereka yang punya pandangan ini berpendapat bahwa
keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya, dari tinggi sampai rendah;
sebagai akibat proses kemunduran yang disebabkan oleh dosa abadi yang pernah
dilakukan oleh Nabi Adam. Sebaliknya, sebagian lain berpendapat bahwa
sebenarnya makhluk manusia dan kebudayaan tidak mengalami proses degenerasi.
Akan tetapi apabila pada masa kini terdapat perbedaan, lebih disebabkan oleh
tingkat kemajuan mereka yang berbeda.
Berbagai bidang kajian banyak dilakukan, termasuk upaya untuk meneliti
tentang keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya di berbagai tempat di
muka bumi. Beraneka macam kajian anatomi komparatif yang dilakukan, lebih
ditekan-kan atas dasar keanekaragaman ciri-ciri fisik manusia. Selain itu, ada
sebagai para ahli filsafat sosial di masa Aufklarung, mulai mengkaji
berbagai bentuk-bentuk masyarakat dan tingkah laku makhluk manusia. Berbagai
gejala dan tingkah laku manusia, dicoba untuk dipahami dengan mendasarkan pada
kaidah-kaidah alam.
Selama perjalanan waktu yang lama, dengan akal yang dimilikinya, makhluk
manusia semakin memiliki kemampuan menyempurnakan kebudayaan yang dimilikinya.
Setiap kali mereka berupaya menyempurnakan dirinya, maka akan menyebabkan
perubahan kebudayaannya. Suatu perubahan kebudayaan dapat berasal dari luar
lingkungan pendukung kebudayaan tersebut. Gerak kebudayaan yang telah
menimbulkan perubahan dan perkembangan, akhirnya juga menyebabkan terjadinya
pertumbuhan; sementara itu tidak tertutup kemungkinan hilangnya unsur-unsur
kebudayaan lama sebagai akibat ditemukannya unsur-unsur kebudayaan baru.
Sehingga keberadaan pendidikan sangat penting sebagai mediator dalam dialektika
kebudayaan lama dengan kebudayaan baru yang melahirkan system kebudayaan yang
memang berguna untuk masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian
makalah di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
- Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik yang melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
- Pendidikan berperanan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya dalam proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki. Dan kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses pendidikan.
- Di dalam proses pembudayaan terdapat unsur-unsur pendidikan seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, dan prediksi masa depan atas kebudayaan yang lahir dari proses pendidikan.
- Pendidikan menjadi instrumen kekuatan social masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat dalan kebudayaan yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman.
- Pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.
B. SARAN
Adapun
saran saya sebagai penyusun makalah ini yaitu:
- Kita sebagai generasi bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, sepatutnya kita mempertahankan budaya lama yang baik sebagai warisan kebudayaan luhur menjadi karakteristik bangsa kita.
- kita kembangkan pendidikan kita yang sesuai dengan kebudayaan bangsa untuk meraih kebudayaan dan peradaban yang cemerlang.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. H.A.R. Tilaar .2000. ”Pendidikan, Kebudayaan
dan Masyarakat Madani Indonesia”, Jakarta: PT. Rosda Karya
S. Nasution. 2001. “Sejarah Pendidikan Indonesia” Jakarta:
Bumi Aksara
Poerwanto.
2000. “Periodesasi Kebudayaan dan Peradaban Umat Manusia” Jakarta: Graha
Ilmu.
http://tamansiswa.org/magazine/pijar/menelusuri--sejarah--pendidikan-di-indonesia.html
http://istpi.wordpress.com/2008/06/01/paradigma-pendidikan-masa-depan/
http://www.untag-sby.ac.id/index.php?mod=berita&id=38
http://www.docstoc.com/docs/22044099/Bab-VIII-PENDIDIKAN-DAN-PERUBAHAN-SOSIAL-BUDAYA/
http://giuslay.wordpress.com/2009/01/30/sejarah-pendidikan-dari-yunani-kuno-sd-4-abad-pertama-kekristenan/
(Y)
BalasHapusCasino Resort Map & Directions - Las Vegas - JT Hub
BalasHapusLas Vegas' only 서귀포 출장샵 casino, 서산 출장안마 Wynn Palace is a 34-story, 4,000 square 충청남도 출장샵 foot casino, located on the Las Vegas Strip, across from three hotel 안동 출장샵 towers. 전라북도 출장마사지 The casino features over 300